Makalah Asuransi Jiwa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jiwa seseorang sanggup diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Orang yang berkepentingan sanggup mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.
Jadi setiap orang sanggup mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan sanggup diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa sanggup diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung. Penanggung dengan mendapatkan premi memperlihatkan pembayaran, tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asuransi Jiwa
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap jikalau dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
“Asuransi atau pertanggungan yakni perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi asuransi, untuk memperlihatkan penggantian kepada tertanggung lantaran kerugian kerusakan atau kehilangan laba yang diperlukan atau taggung jawab aturan kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu insiden tidak niscaya atau untuk memperlihatkan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini meliputi 2 (dua) jenis asuransi, yaitu:
a. Asuransi kerugian (loss insurance), sanggup diketahul dan rumusan:
“untuk memperlihatkan penggantian kepada tertanggung lantaran kerugian, kerusakan, atau kehilangan laba yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukuin kepada pihak ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung”.
b. Ansuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, sanggup diketahui dari rumusan:
“untuk memperlihatkan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 di persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya adalah:
“Asuransi jiwa yakni perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi untuk memperlihatkan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.”
Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.
Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam Ordonantie op het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) aksara Ordonansi tersebut:
“Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het doon van geldelijke uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den dood van den menschs. Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen, met dien verstande, dat overeenkomsten van ongevallenverzokerinq niet als overeenkomsten van levensverzekerinq worden berschouwd”.
Terjemahnnnya.
“Asuransi jiwa yakni perjanjian untuk membayar sejumlah uang dikarenakan telah diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang, rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa”.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan ‘undang-undang ini’ yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh lantaran itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkari Ordonansi ini lantaran sudah tidak berlaku lagi, dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2 Undang-Undang Tahun 1992.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302. pasal 308 KUHD. Makara hanya 7 (tujuh) pasa. Akan tetapi tidak 1 (satu) pasalpun yang memuat rumusan definisi asuransi jiwa. Dengan demikian sudah sempurna jlka definisi asuransi dalam Pasat 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik totak pembahasan dan ini ada hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303 KUHD yang membolehkan orang mengasuransikan jiwanya.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:
“Jiwa seseorang sanggup diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:
“Orang yang berkepentingan sanggup mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang sanggup mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan sanggup diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa sanggup diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundang-undangan di atas, Purwosutjipto memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi:
“Pertanggungan jiwa yakni perjanjian timbal balik antara epilog (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana epilog (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akhir pribadi dan meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh epilog (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya”.
Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto memakai istilah “penutup (pengambil) asuransi dan penangung.
Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Pasal angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut yakni sebagai berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya epilog (pengambil) asuransi dan penanggung.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “penanggung dengan mendapatkan premi memperlihatkan pembayaran”, tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l orang yang ditunjuk oleh epilog (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka waktu tertentu.
2.2 Polis Asuransi jiwa
Bentuk dan isi Polis
Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan secara tertulis dengan bentuk sertifikat yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan sanggup diketahui pula semenjak hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar premi dan berhak mendapatkan polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak mendapatkan sejumlah uang derma atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak mendapatkan sejumlah uang tertentu dan penanggung lantaran ditunjuk oleh tertanggung atau lantaran jago warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa yakni jiwa dan tubuh insan sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa tubuh tidak ada, sebaliknya tubuh tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya sanggup dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya tubuh itu memiliki nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.
d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi. artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, contohnya mulai tanggal 1 januari 1990 hingga tanggal 1 Januari 00, apabila dalam jangka waktu itu terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar derma kepada tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).
Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi yakni sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada ketika diadakan asuransi sebagai jumlah derma yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, asumsi jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
Premi Asuransi
Premi asuransi yakni sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada ketika diadakan asuransi.
Penanggung, Tertanggung, Penikmat
Dalam aturan asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung yakni pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jikalau terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jikalau berakhirnya jangka waktu usuransi tanpu terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memperlihatkan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan tubuh aturan milik swasta atau tubuh aturan milik negara.
Asuransi sanggup juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party interest theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini sanggup berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau jago waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu mustahil sanggup menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau jago waris tertanggunglah sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, bagaimana halnya jikalau asuransi itu berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya tertanggung?. Dalam hal ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat lantaran beliau sendiri masih hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini sanggup disamakan dengan asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga tidak memiliki kewajiban membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tentanggung sendiri berkedudukan sebagai penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Dalam hal ini tertanggung yakni pihak dalam asuransi dan sekaligus penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga (penikmat) harus dicantumkan dalam polis.
2.3 Evenemen Dan Santunan
1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur wacana isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Mengapa tidak ada keharusan mencantumkan bahnya yang menjadi beban penanggung dalam polis asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan hahaya yakni meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa niscaya mengalami kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak sanggup dipastikan. lnilah yang disebut insiden tidak niscaya (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenemen ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi hingga jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang derma yakni sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam polis. Penikmat yang di maksud yakni orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau orang yang menjadi jago warisnya sebagai yang berhak mendapatkan dan menikmati derma sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran derma merupakan akhir terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya tertanqgung dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila hingga berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi insiden meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
2.4 Asuransi Jiwa Berakhir
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung yakni meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi insiden meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang derma kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada jago warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang derma tersebut, semenjak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir semenjak pelunasan uang santunan, bukan semenjak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut aturan perjanjian, suatu perjanjian yang dibentuk oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa yakni perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir semenjak penanggung melunasi uang derma sebagai akhir dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir semenjak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan hingga berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila hingga jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir semenjak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:
“Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada ketika diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui janjkematian tersebut, kecuali jikalau diperjanjikan lain”,
Kata-kata cuilan selesai pasal ini “kecuali jikalau diperjanjiknn lain” memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, contohnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar lantaran penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:
“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi eksekusi mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto, penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, lantaran kebanyakan asuransi jiwa ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melaksanakan prestasinya dalam hal ada insiden bunuh diri dan tubuh tertanggung asalkan insiden itu terjadi setelah lampau waktu 2 (dua) tahun semenjak diadakan asuransi. Penyimpangan ini akan mengakibatkan asuransi jiwa lebih supel lagi.
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa sanggup berakhir lantaran peniadaan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut sanggup terjadi lantaran tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau lantaran permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa sanggup terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun setelah premi dibayar berdasarkan jangka waktunya. Apabila peniadaan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila peniadaan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), bagaimana cara penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis
0 Response to "Makalah Asuransi Jiwa"
Post a Comment